Subscribe:

Pages

Rabu, 03 Maret 2010

Gadis Impian

Sahabatku! Aku akan bercerita tentang kehidupanku waktu SMP. Namaku Rafli aku sekarang sedang kuliah. Aku mempunyai gadis impian. Namun sampai sekarang gadis itu belum bisa aku dapatkan cintanya.

Waktu aku SMP, aku mendapatkan banyak teman. Aku dekat sekali dengan teman-temanku. Namun ada teman sekelasku yang cantik. Katanya dia banyak sudah yang mencoba pendekatan dengannya. Dari kelas 7 SMP sampai kakak kelas yang 3 SMA mencoba untuk mendapatkan hatinya. Namun tidak ada yang diterima olehnya. Namun aku baru berani menanyakan hal itu saat kami naik kelas 8 SMP. Aku bertanya kepada dia kenpa semua cowok yang menembaknya semua ditolak olehnya. Dia bilang sama aku kalau tidak boleh pacaran sebelum kuliah. Akhirnya aku tahu satu alasan kenapa dia menolak cowok yang menembaknya.

Suatu hari sekolahku mengadakan study tour. Kami akan pergi ke beberapa museum di Jakarta. Kami di suruh berkumpul di lapangan sekolah. Pada saat itu kami memakai baju bebas. Aku melihat Rifka yaitu teman sekelasku yang aku ceritakan tampak begitu cantik. Aku pun terpesona akan kecantikannya. Pada saat itu jantung berdebar-debar dan darahku mengalir begitu cepat. Sampai di tempat tujuan aku dan Rifka jalan bersama karena aku dan dia adalah sahabat dekat. Namun pada saat itu aku gugup sekali dan tingkah laku ku tidak seperti biasanya.

“ Kenapa kamu Rafli kok tidak seperti biasanya? “, kata Rifka karena tingkah laku ku.
“ Tidak kok! Aku tidak gugup, ka! “, kataku dengan terbata-bata.
“ Jangan bohong kamu! Aku tahu kamu lagi bingung dengan penampilanku ini. Mank penampilan aku kenapa? “, kata Rifka
“ Ya nih! Kamu terlihat berbeda. Kamu lebih cantik daripada biasanya “, kataku
“ Ah masa sih? Kayanya aku biasa-biasa saja seperti dulu “, kata Rifka sambil tersenyum

Mungkin kata Rifka benar ya? Mungkin karena aku tidak terlalu memperhatikan dia waktu kelas 7. Aku dan Rifka kembali berkeliling museum. Sampai sore hari tiba, kami pun kembali ke sekolah dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Aku masih membayangkan betapa cantiknya Rifka tadi pagi.

Di malam hari, aku belajar seperti biasanya. Namun konsentrasiku tiba-tiba saja terganggu aka kecantikan Rifka pagi tadi. Aku terus membayangkannya. Akhirnya aku memutuskan untuk menelponnya karena aku sedang bosan. Aku dan Rifka pun asyik telpon-telponan hingga larut malam. Akhirnya kami mengakhiri pembicaraan kami.
Beberapa bulan kami lewati. Sampai ualngan akhir semester tiba. Aku berusaha dengan keras agar naik kelas dan mendapat juara kelas. Akhirnya kenaikan kelas tiba. Aku mendapat juara ke-2 di kelas sedangkan juara pertamanya adalah Rifka. Aku sungguh kagum kepadanya karena sifatnya itu yang sudah baik, pintar, cantik, ramah, dan rajin Shalat.Aku dan Rifka kembali sekelas pada kelas 9 SMP.

Aku masih bertemanan akrab dengannya. Kali ini Rifka tampak berbeda sekali. Dia semakin lama semakin cantik dan imut. Aku pun sebagai lelaki semakin tergoda dengan kecantikannya. Namun aku masih pada prinsipku yaitu mengutamakan sekolah. Aku juga tahu kalau aku menembaknya percuma karena dia tidak akan pacaran sebelun kuliah. Tapi karena perasaanku tidak dapat di bohongin. Aku pun mencoba menanyakan ini kepadanya.

Sampai suatu hari aku mendapat waktu yang tepat untuk bertanya hal tersebut kepada Rifka. Pada saat itu aku dan teman-teman sedang berlibur ke Kebun Raya Bogor. Aku berjalan berdua bersama Rifka sambil mengobrol.

“ Ka! Bagaimana sih rasanya suka kepada seseorang? “, aku bertanya dengan malu-malu.
“ Ya…..aku sih belum tahu soalnya belum pernah mengalaminya. Mank Rafli suka sama siapa? Cye….cye….cye…..”, kata Rifka sambil meledekku
“ Tidak kok! Aku kan cuma tanya doank. Mank beneran Rifka tidak mau pacaran sebelum kuliah. “, kataku.
“ Iya, aku mau menuruti kata-kata orang tuaku. Aku mau membuat mereka bangga “, katanya.
“ Kamu hebat, Ka! Aku kagum sama prinsip kamu yang tidak pernah pecah “, kataku sambil memberi jempolku.
“ Ah! Kamu bisa saja, Raf! Aku kan cuma menuruti kata-kata orang tuaku. Rafli sendiri bagaimana? Biasanya cowok itu pacaran? “, kata Rifka sambil tersenyum. “ Rifka cantik juga ketika tersenyum “, kataku dalam hati.
“ Oh….! Kalau aku sih belum ada yang cocok. Lagipula kayaknya aku tidak mau pacaran dulu. Aku takut mengganggu konsentrasik “, kataku.
“ Ya benar itu, Raf! Padahal apa untungnya sih kita pacaran? “, Rifka bertanya penasaran.
“ Kata sebagian temanku mereka berpacaran untungnya sih buat mendapat dorongan dari luar. Tapi menurut aku pacaran anak sekarang sudah di luar syariat islam “, kataku dengan tegas.
“ Ya tuh. Sampai-sampai mereka melakukan zina “, katanya menambahkan.

Karena hari sudah sore kami pun pulang bersama-sama. Aku pun semakin bingung bagaiman mengungkapkan isi hatiku kepadanya. Sampai tiba saatnya pengumuman kelulusan. Ternyata aku lulus dan Rifka pun begitu. Kemudian Rifka membrikan selamat kepadaku. Kami pun saling berjabat tangan. Pada saat itu aku mengajak Rifka ke taman sekolah. Aku ingin mengobrol untuk yang terakhir kalinya dan ingin mengungkapkan isi hatiku kepadanya.

“ Ka! Aku mau jujur padamu. Sebenarnya aku suka sama kamu sejak kita pertama kali bertemu. Kamu mau tidak jadi pacar aku “, kataku.
“ Raf! Sebenarnya aku juga suka kamu tapi aku tidak mau menghancurkan prinsip aku “, kata Rifka.
“ Ya, Ka! Tapi bagaimana dengan perasaan aku ini? “, kataku sedih.
“ Mungkin suatu saat nanti kita dapat bertemu lagi. Kita kan masih bisa berteman “, kata Rifka.
“ Baik kita dapat bertemanan dan aku berharap bisa menjadi pacar kamu “, kataku dengan penuh harapan.

Akhirnya kami bepisah. Aku masuk SMK dan dia masuk SMA. Namun pada saat kuliah aku dan Rifka sudah tidak berkomunikasi lagi. Di karenakan Rifka ganti nomer dan dia juga kuliah di Bandung. Cinta kami pun tidak dapat bersatu. Kini Rifka hanya menjadi gadis impianku.

* SELES@I *

0 komentar:

Posting Komentar